Minggu, 11 Januari 2015

Kemampuan Matematika

Kemampuan matematika merupakan hasil dari proses belajar matematika . Menurut Gagne (dalam Suyitno, Amin. 2004) bahwa: Hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Dari definisi di atas, serta definisi-definisi tentang belajar, hasil belajar, dan matematika, maka dapat dirangkai sebuah kesimpulan bahwa kemampuan matematika adalah merupakan tolak ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran matematika setelah mengalami pengalaman belajar yang dapat diukur melalui tes.

Pengertian Matematika

Menurut Roy Hollands (1995: 81), ”matematika adalah suatu sistem yang rumit tetapi tersusun sangat baik yang mempunyai banyak  cabang".  The Liang Gie (1999: 23), mengutip pendapat seorang ahli matematika bernama Charles Edwar Jeanneret yang mengatakan: ”Mathematics is the majestic structure by man to grant him comprehension of the universe, yang artinya matematika adalah struktur besar yang dibangun oleh manusia untuk memberikan pemahaman mengenai jagat raya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun KBBI, 2007:723) matematika diartikan sebagai: “ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur bilangan operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.
James (dalam Suherman 2001: 16) menyatakan bahwa: “Matematika adalah konsep ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terjadi ke dalam tiga bidang yaitu : aljabar, analisis, dan geometri”.
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang definisi matematika di atas, maka dapat dikemukakan bahwa matematika adalah konsep ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang memiliki struktur besar yang berhubungan satu dengan yang lainnya yang terbagi dalam tiga bidang yaitu: aljabar, analisis, dan geometri. 

Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu mata pelajaran, biasanya dinyatakan dengan nilai yang berupa huruf atau angka-angka. Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai dan sikap setelah siswa mengalami proses belajar. Melalui proses belajar mengajar diharapkan siswa memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu serta perubahan-perubahan pada dirinya.
Menurut Sudjana (2001), “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil peristiwa belajar dapat muncul dalam berbagai jenis perubahan atau pembuktian tingkah laku seseorang”. Selanjutnya menurut Slameto menyatakan: “Hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri”.
Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar tampak dari perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur daalm bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Hamalik (2002) menyatakan bahwa “Perubahan disini dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembanganyang lebih baik di bandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tau menjadi tahu.
Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar diperoleh setelah diadanya evaluasi, Mulyasa (2007) menyatakan bahwa” Evaluasi hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi”. Hasil belajar ditunjukan dengan prestasi belajar yang merupakan indikator adanya perubahan tingkah laku siswa.
Dari proses belajar diharapkan siswa memperoleh prestasi belajar yang baik sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang ditetapkan sebelum proses belajar berlangsung. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar adalah menggunakan tes. Tes ini digunakan untuk menilai hasil belajar yang dicapai dalam materi pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Menurut Muhibbin Syah (2006: 145) secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga  macam, yakni:
a.       Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa;
b.      Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa;
c.       Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tolak ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran dari proses pengalaman belajarnya yang diukur dengan tes

Pengertian Belajar

Slameto (1995:2) mengemukakan, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut (Hamalik, Oemar. 2002) pengertian belajar jika dilihat secara psikologi adalah:  Suatu proses perubahan didalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan perkataan lain, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Nana Sudjana  (2001) mengemukakan, “Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
Dari pemaparan para ahli tentang makna belajar di atas, dapat dikatakan pengertian dan pemahaman seseorang tentang sesuatu (secara ilmiah) pastilah didapatkan melalui belajar dengan ulet dan sungguh-sungguh. Relevan dengan ini maka ada pengertian bahwa belajar adalah ”penambahan pengetahuan”. Selanjutnya ada yang mendefinisikan ”belajar adalah berubah”.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, serta penyesuaian diri. Terlebih lagi dalam mempelajari matematika yang struktur ilmunya berjenjang dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, dari yang konkret sampai ke abstrak.

Gaya Kognitif Field-independence (FI) dan Field-dependence (FD)

Menurut  Woolfolk (dalam Ardana, I Made) menjelaskan bahwa banyak variasi gaya kognitif yang diminati para pendidik salah satunya adalah gaya kognitif FI dan FD, menurutnya implementasi dalam pembelajaran sangat menentukan pembelajaran. Seorang siswa yang memiliki gaya kognitif field dependence (FD), global perseptualnya merasakan beban yang berat, sukar memproses, mudah mempersepsi apabila informasi dimanipulasi sesuai dengan konteksnya. Seorang yang memiliki diferensiasi psikologis field independence (FI), artikulasi akan mempersepsi secara analitis, ia akan dapat memisahkan stimulus dalam konteksnya, tetapi persepsinya lemah ketika terjadi perubahan konteks. Namun, diferensi psikologis dapat diperbaiki melalui situasi yang bervariasi. Individu pada katagori FI biasanya menggunakan faktor-faktor inernal sebagai arahan dalam menolah informasi. Orang yang FI megerjakan tugas secara tidak berurutan dan merasa efisien bekerja sendiri.
 Dalam situasi sosial orang yang FD umumnya tertarik mengamati kerangka situasi sosial, memahami wajah orang lain, tertarik pada pesan-pesan verbal dengan social content, lebih besar memperhitungkan kondisi sosial eksternal sebagai feeling dan bersikap. Pada situasi sosial tertentu orang FD cenderung lebih bersikap baik. Antara lain bisa bersifat hangat, mudah bergaul, ramah, responsif, selalu ingin tau lebih banyak jika di bandingkan dengan orang yang FI. Orang yang FI, dalam situasi sosial sebaliknya merasa ada tekana dari luar (eksternal pressure). Dan menanggapi situasi secara dingin, ada jarak, tidak sensitif.  Berdasarkan uraian di atas, dapat dibedakan gaya kognitif seseorang menjadi dua tipe, yaitu:
a.       Field independence.
Orang yang dapat menanggulangi efek pengecoh dengan cara analitik.
b.      Field dependence.
Orang yang menanggulangi efek pengecoh dengan cara global.
Indikator  individu yang field dependence dan field independence, sebagai berikut:
a.  Di dalam melaksanakan tugas atau menyelesaikan suatu soal, maka individu field independence akan bekerja lebih baik jika diberikan kebebasan. Sedangkan individu yang field dependence akan bekerja lebih baik jika diberikan petunjuk atau bimbingan secara ekstra (lebih banyak).
b.   Individu yang field independence mempunyai kecenderungan tidak mudah dipengaruhi lingkungan, dan sebaliknya individu yang field dependence mempunyai kecenderungan lebih mudah dipengaruhi lingkungan.
c.   Dalam menyelesaikan tugas atau memecahkan suatu masalah (problem solving) yang menghendaki suatu keterampilan maka individu yang field independence akan menghasilkan lebih baik dibanding dengan individu yang field dependence.
Implikasi gaya kognitif berdasakan perbedaan psikologis pada siswa dalam pembelajaran yang disarikan dari Slameto (1995) dan Ardana (2002), adalah sebagai berikut:
a.       Siswa yang memiliki gaya kognitif ‘field-independent’ cenderung memilih belajar individual, memungkinkan merespon lebih baik, dan lebih independent. Siswa dengan kognitif ‘field-dependent’ lebih memungkinkan mencapai tujuan dengan motivasi intrinsic, dan cenderung bekerja untuk memenuhi tujuannya sendiri.
b.      Siswa yang memiliki gaya kognitif ‘field-dependent’ cenderung memilih belajar dalam kelompok dan sesering mungkin berinteraksi dengan guru, memerlukan ganjaran penguatan yang bersifat eksteinsik. Untuk siswa dengan gaya kognitif ‘field-dependent’ ini guru perlu merancang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Mereka akan bekerja kalau ada tuntunan guru dan motivasi yang tinggi berupa pujian dan dorongan.
Untuk lebih mudah melihat perbedaan implikasi kedua gaya kognitif siswa dalam pembelajaran di kelas.
a.       Field-dependent
§  Penerimaan secara global
§  Memeahami secara global struktur yang diberikan
§  Membuat perbedaan yang umum dan luas antara konsep, melihat hubungan / keterkaitan.
§  Orientasi social
§  Belajar materi yang lebih bersifat sosial.
§  Materi yang baik adalah materi yang relevan dengan pengalamannya.
§  Memerlukan bantuan luar dan penguatan untuk mencapai tujuan.
§  Memerlukan pengorganisasian.
§  Lebih dipengaruhi oleh kritik.
§  Menggunakan pendekatan penonton untuk mencapai konsep.

b.      Field-independent
§  Penerimaan secara analitis
§  Memahami secara artikulasi dari struktur yang diberikan atau pembatasan.
§  Membuat perbedaan konsep yang spesifik dengan sedikit mungkin tumpang tindih.
§  Orientasi pada perorangan
§  Belajar materi sosial hanya sebagai tugas yang disengaja.
§  Tujuan dapat dicapai dengan penguatan sendiri.
§  Bisa dengan situasi struktur sendiri.
§  Sedikit dipengaruhi oleh kritik.

§  Menggunakan pendekatan pengetesan hipotesis dalam pencapaian konsep.

Jenis-Jenis Gaya Kognitif

Terdapat beberapa jenis gaya kognitif yang telah diklasifikasikan oleh para ahli psikologi. Antaranya adalah seperti yang telah disenaraikan oleh Messick. Beliau dan rakan-rakannya telah menerangkan di dalam buku mereka yang bertajuk “Individuality and learning” terdapat 19 gaya gaya kognitif. Antaranya adalah seperti berikut :
a.       Field-independent lawan Field-dependent
b.      Gaya Pengkonsepan
c.       Keluasan Kategori
d.      Perbezaan Konsep                                                                    
e.       Meratakan lawan Menajamkan (Leveling vs Sharpening)
f.       Scanning
g.      Refleks lawan Impulsif

h.      Mengambil Risiko lawan Berhati-hati

Pengertian Gaya Kognitif

Gaya kognitif menunjuk kepada karakteristik individu dalam usaha mengorganisasikan lingkungan secara konseptual (Goldstein dan Blackman, 1978:2). Lebih rinci dinyatakan bahwa gaya kognitif adalah koleksi strategi atau pendekatan untuk menerima, mengingat, dan berpikir yang cenderung digunakan individu untuk memahami lingkungannya (Aiken, 1997:343). Setiap individu akan memilih cara yang disukainya untuk memproses informasi sebagai respon terhadap stimuli lingkungan. Ada individu yang menerima informasi seperti disajikan, sementara individu yang lain mereorganisasikan informasi dengan caranya sendiri.
Park (1996:639) menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan karakteristik individu dalam berpikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Informasi yang tersusun baik, rapi, dan sistematis lebih mudah diterima oleh individu tertentu. Individu lain lebih mudah menerima informasi yang tersusun tidak terlalu rapi dan tidak terlalu sistematis.
Sebagai karakteristik perilaku, gaya kognitif berada lintas kemampuan dan kepribadian serta dimanifestasikan pada beberapa aktivitas dan media (Anastasi dan Susana Urbina, 1997:444). Gaya kognitif menunjukkan adanya variasi antar individu dalam pen-dekatannya terhadap satu tugas tetapi variasi itu tidak menunjukkan tingkat intelegensi atau kemampuan tertentu. Individu-individu yang memiliki gaya kognitif yang sama belum tentu memiliki kemampuan yang sama.
Setiap individu memiliki karakteristik yang khas, yang tidak dimiliki oleh individu lain. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa setiap individu berbeda satu dengan yang lain. Selain berbeda dalam tingkat kecakapan memecahkan masalah, taraf kecerdasan, atau kemampuan berpikir, siswa juga dapat berbeda dalam cara memperoleh, menyimpan serta menerapkan pengetahuan.  Mereka dapat berbeda dalam cara pendekatan terhadap situasi belajar, dalam cara mereka menerima, mengorganisasikan dan menghubungkan pengalaman-pengalaman mereka, dalam cara mereka merespons metode pengajaran tertentu. Perbedaan-perbedaan antar pribadi yang menetap dalam cara menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman ini dikenal gaya kognitif. (Slameto, 2003:160).
 Gaya kognitif merupakan cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi , maupun kebiasan yang berhubungan dengan lingkungan belajar. Gaya  kognitif merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran. Keduduka gaya kognitif dalam proses pembelajaran tidak dapat diabaikan. Karena gaya kognitif ini merupakan salah satu karakteristik siswa yang masuk dalam variabel kondisi pembelajaran, dismping karakteristik siswa lainnya seperti motivasi, minat, bakat, sikap dan kemampuan berfikir, dan lain-lain. Sebagai salah satu karakterisrik siswa, kedudukan gaya kognitif dalam proses pembelajaran penting diperhatikan guru atau perangcang pembelajaran sebab rancangan pembelajaran yang disusun dengan mempertimbangkan gaya kognitif berarti menyajikan materi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki siswa.
Gaya kognitif merujuk pada cara seseorang memproses, menyimpan maupun menggunakan informasi untuk menanggapi suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi lingkungannya. Disebut sebagai gaya dan bukan sebagai kemampuan karena merujuk pada bagaimana seseorang memproses informasi dan memecahkan masalah dan bukan merujuk pada bagaimana proses penyelesaian yang terbaik.
Hsiao Yu-ping mengemukakan bahwa penumbuhan dan pengaktifan proses kognitif sangat erat hubungannya dengan karakteristik proses kognitif siswa. Dengan demikian, untuk meningkatan proses kognitif  dalam diri siswa, diperlukan perhatian terhadap karakteristik setiap individu siswa. Dalam rangcangan pembelajaran pengorganisasian model elaborasi dan pengorganiasasian buku teks, sebelum rangcangan disusun. Hal yang dilakukan guru terlebih dahulu  adalah mengadakan pengetesan terhadap karakteristik siswa yang diarahkan pada pengetesan gaya kognitif. Dengan pengetesan gaya kognitif tersebut, guru atau perangcang pembelajaran dapat mengetahui tentang gaya kognitif yang dimiliki siswa.   
Beberapa batasan para ahli tentang gaya kognitif tersebut diantaranya Witkin mengemukaan bahwa gaya kognitif sebagai ciri khas siswa dalam belajar. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Shirley dan Rita menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan karakteristik individu dalam berpikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Informasi yang tersusun baik, rapi, dan sistematis lebih mudah diterima oleh individu tertentu. Individu lain lebih mudah menerima informasi yang tersususn tidak terlalu rapi dan tidak terlalu sistematis.
Sebagai karakteristik perilaku, gaya kognitif berada pada lintasan kemampuan dan kepribadian serta dimanifrestasikan pada beberapa aktivitas dan media. Gaya kognitif menunjukan adanya variasi antar individu dalam pendekatannya terhadap satu tugas, tetapi variasi itu tidak menunjukan intelegensi atau kemampuan tertentu.
Selanjutnya Ardana, I Made menjelaskan bahwa banyak variasi gaya kognitif yang diminati para pendidik, mereka membedakan gaya kognitif berdasarkan dimensi, yakni: (a)    Perbedaan aspek psikologis, yang terdiri dari filed independence(FI) dan filed dependence(FD),  (b) Waktu pengalaman konsep, yang terdiri dari gaya impulsive dan gaya reflective. Sedangkan menurut Keefe (dalam Ardana, I Made) bahwa:  gaya kognitif dapat dipilah dalam dua kelompok,yaitu dalam menerima informasi (reception style) dan gaya kognitif dalam pembentukan konsep dan retensi (concept formation and retention style).
Gaya dalam menerima informasi lebih berkaitan dengan persepsi dan analisis data, sedangkan gaya dalam pembentukan konsep dan retensi mengacu pada perumusan hipotesis, pemecahan masalah dan proses ingatan. Keefe juga menambahkan, bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari gaya belajar, dan gaya belajar berhubungan (namun berbeda) dengan kemampuan intelektual.   Definisi-definisi tersebut di atas mengungkapkan bahwa gaya kognitif  memiliki indikator dalam  cara yang khas pemfungsian kegiatan perseptual yaitu: (1) kebiasaan memberikan perhatian, (2) menerima, menangkap, merasakan, menyeleksi, mengorganisasikan stimulus atau informasi, (3) Dan memfungsikan kegiatan intelektual yaitu: menginterpretasi, mengklasifikasi, mengubah bentuk informasi intelektual. Cara yang khas tersebut bersifat konsisten dan dapat memasuki ke seluruh tingkah laku, baik dalam aspek kogkitif maupun dalam aspek afektif.

Berdasarkan uraian tentang gaya kognitif tersebut,  dapat diketahui bahwa gaya kognitif dapat dipandang sebagai salah satu variabel dalam pembelajaran. Dalam hal ini, kedudukannya merupakan variabel karakteristik siswa, dan keberadaannya bersifat internal. Artinya gaya kognitif merupakan kapabilitas seseorang yang berkembang seiring dengan perkembangan kecerdasannya. Bagi siswa, gaya kognitif tersebut sifatnya given dan dapat berpengaruh pada hasil belajar mereka. Dalam hal ini siswa yang memiliki gaya kognitif tertentu memerlukan strategi pembelajaran tertentu pula untuk memperoleh hasil belajar yang baik.

Indikator Komunikasi Matematika

Kemampuan komunikasi matematika bilamana siswa telah menguasai indicator–paradigma yang direkomendasikan NCTM (2000, standars . nctm) sebagai berikut: (1) dapat menyatakan ide matematik dengan lisan, tulisan, mendemonstrasikan dan menggambarkan dalam bentuk visual, (2) dapat memahami, menginterpretasikan dan menilai ide matematik yang disajikan dalam bentuk tulisan atau visual, (3) dapat menggunakan bahasa,  notasi  dan struktur matematik untuk menyajikan ide,  menggambarkan hubungan pembuatan model.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan menyatakan ide matematika melalui lisan dan tulisan. Kemampuan komunikasi matematika lisan siswa dapat diukur saat siswa tersebut mengemukakan pengetahuan matematika mereka. Kemampuan komunikasi matematika tulisan dapat diukur melalui tulisan siswa mengenai matematika.
Indikator komunikasi matematika menurut john (2008:5) adalah sebagai berikut:
a.       Mengatur dan mengembangkan pemikiran matematika melalui komunikasi.
b.      Mengkomunikasikan pemikiran matematika secara koheren dan jelas.
c.       Menganalisis dan menilai pemikiran dan strategi matematika orang lain.
d.      Menggunakan bahasa matematika untuk menyampaikan ide dengan tepat.
Berkaitan dengan komunikasi matematik atau komunikasi dalam matematika ini, Rahman (2008:684) menyatakan kemampuan yang tergolong pada komunikasi matematika di antaranya adalah :
a.       Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, symbol, idea, atau model matematik,
b.      Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan.
c.       Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika.
d.      Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis
e.       Membuat konjetur,  menyusun argument, merumuskan definisi, dan generalisasi,
f.       Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraph matematika dalam bahasa sendiri.
Menurut Utari Sumarmo yang dikutip oleh Gusni Satriawati (2003: 110), kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk:
a.       Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.
b.      Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, dan grafik.
c.       Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
d.      Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
e.       Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
f.       Membuat konjektur, menyusun argumen, merurnuskan definisi, dan generalisasi.
g.      Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Selain itu menurut Brenner, M. E. (1998) komunikasi matematika adalah: kemampuan (1) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda, (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual, (3) mengkonstruksi, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya. Melakukan komunikasi matematika merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran matematika yang indikatornya untuk siswa setingkat SMP adalah sebagai berikut:
a.       Membuat model dari suatu situasi melalui lisan, tulisan, benda-benda konkret, gambar, grafik, dan metode-metode aljabar,
b.      Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang idea-idea matematika,
c.       Mengembangkan pemahaman dasar matematika termasuk aturan-aturan definisi matematika,
d.      Menggunakan kemampuan membaca, menyimak, dan mengamati untuk menginterpretasi dan mengevaluasi suatu idea matematika,
e.       Mendiskusikan ide-ide, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi,
f.       Mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematis termasuk aturan-aturannya dalam mengembangkan ide matematika

                  Berdasarkan indikator di atas maka penelitian ini menggunakan Indikator kemampuan komunikasi matematika yang akan diamati antara lain : (1) Menggunakan kemampuan memberi gagasan (diketahui dan ditanyakan) suatu ide matematika (2) Menjelaskan ide dan relasi matematika dengan gambar (3) Menggunakan notasi  dan struktur matematik untuk menyajikan ide  menggambarkan hubungan pembuatan model (4) Menyatakan gambar ke dalam model matematika (5) Mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematis termasuk aturan-aturannya dalam mengembangkan ide matematika