Proses
pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan kurang
memberikan akses bagi peserta didik untuk berkembang secara mandiri melalui
penemuan dalam proses berpikirnya (Trianto, 2009:3). Dalam mengajarkan
matematika, pembelajaran di kelas hampir selalu dilaksanakan secara
konvensional dengan urutan sajian: (1) diajarkan teori/definisi/teorema melalui
pemberitahuan, (2) diberikan dan dibahas contoh-contoh, kemudian (3) diberikan
latihan soal. Akibatnya, sampai saat ini kualitas pembelajaran matematika di
Indonesia masih rendah. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dapat disimpulkan
bahwa gejala-gejala diatas merupakan kemampuan komunikasi siswa yang masih
rendah. Kemampuan komunikasi matematika yang rendah ini tidak dapat dibiarkan
begitu saja, karena dengan komunikasi matematika, siswa dapat mengemukakan ide
cerita dengan cara mengkomunikasikan pengetahuan matematika yang dimiliki baik
secara lisan maupun tulisan.
Perhatian
guru lebih terpusat kepada hasil belajar, sehingga kurang memperhatikan proses
belajar peserta didik. Untuk mengejar target kurikulum, guru tidak memberikan
waktu yang cukup kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Akibatnya guru yang aktif dalam pembelajaran, sedangkan peserta didik
menjadi pendengar dan penerima informasi (pengetahuan) dari guru secara pasif.
Guru dalam pembelajaran juga sering melupakan kemampuan-kemampuan matematika
yang seharusnya dimiliki peserta didik. Komunikasi matematika adalah suatu
peristiwa saling hubungan atau dialog yang terjadi di dalam lingkungan kelas
sehingga terjadi pengalihan pesan, pesan yang dialihkan berisi tentang materi
matematika yang dipelajari di kelas. Pihak yang terlibat dalam peristiwa
komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan peserta didik, sedangkan cara
pengalihan pesan dapat secara lisan maupun tertulis (Asikin, 2001:1).
Baroody
dalam Asikin (2001) juga menyebutkan bahwa pada pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan tradisional, komunikasi masih merupakan largely a one
way affair. Komunikasi peserta didik masih sangat terbatas hanya pada
jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru,
kemampuan serta aktivitas dalam mengomunikasikan ide-ide matematikanya masih
kurang. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar guru matematika jarang
memberikan soal-soal matematika kepada siswanya dalam bentuk non-rutin. Guru
hanya terpaku pada soal-soal rutin yang hanya melatih siswa secara mekanistik
dan sifatnya teks book. Salah satu kegagalan guru matematika saat ini
karena tidak mampu membuat siswa berpikir kritis dan kreatif serta mandiri
dalam belajar. Sebagian besar siswa merasa sangat sulit untuk bias secara cepat
menyerap dan memahami pelajaran matematika, kesulitan siswa itu diperkirakan berkaitan
dengan cara guru mengajukan pertanyaan atau memberikan latihan soal di kelas
yang kurang bervariasi.
Perkembangan
kognitif pada dasarnya adalah perkembangan individu untuk memperoleh tahu.
Struktur berpikir, keterampilan berpikir, bagaimana individu memperoleh
informasi merupakan potensi perkembangan kognitif Cara siswa berpikir dapat
kita pahami dari cara siswa menyampaikan pesan, baik berupa ide, pendapat,
pertanyaan, maupun pernyataan. Kemampuan siswa merangkai kalimat, memahami
pesan dan mempergunakan berbagai media untuk menyampaikan pesan merupakan
aktulisasi dari perkembangan bahasa.
Perkembangan
kognitif berhubungan dengan perkembangan bahasa. Perkembangan kogntif
memfasilitasi kematangan perkembangan bahasa, dan sebaliknya perkembangan
bahasa memfasilitasi perkembangan kognisi.
Struktur berpikir memfasilitasi berkembangnya struktur kalimat yang
dipergunakan oleh siswa. Sebaliknya penguasaan bahasa membuat siswa mampu
memahami pesan sehingga memperoleh pengetahuan baru yang pada akhirnya memfasilitasi
pengembangan struktur atau pola berpikir baru.
Kemampuan siswa memproses informasi menjadi suatu
keputusan merupakan kemampuan yang dihasilkan dari kematangan perkembangan
kognisi. Kemampuan siswa mengolah pesan untuk mempengaruhi orang lain merupakan
salah satu bentuk kemampuan yang dihasilkan dari kematangan perkembangan
bahasa. Kemampuan memahami paparan secara kognitif maupun bahasa merupakan
salah satu prasyarat seseorang dapat mengikuti proses pendidikan dan
pembelajaran. Salah satu keterampilan akademik yang diperlukan dalam belajar
adalah keterampilan berpikir. Keterampilan akademik yang lain adalah mengajukan
pertanyaan atau merespon pertanyaan guru. Dengan kata lain dalam proses belaar
mengajar perkembangan kogntif dan perkembangan bahasa merupakan prasyarat yang
harus dipenuhi sehingga anak siap dan mampu belajar.
Slameto (2010) menyatakan bahwa gaya kognitif
merupakan variabel penting yang mempengaruhi pilihan-pilihan siswa dalam bidang
akademik, kelanjutan perkembangan akademik, cara siswa belajar serta cara siswa
dan guru berinteraksi dalam kelas. Selain itu, kemampuan memecahkan masalah
matematika dengan berbagai macam cara yang berbeda juga dipengaruhi oleh gaya
kognitif seperti yang dikemukakan Shirley dan Rita (dalam Uno, 2006) bahwa gaya
kognitif merupakan karakteristik individu dalam berpikir, merasakan, mengingat,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan
Dalam memecahkan masalah matematika, setiap orang
memiliki cara dan gaya berpikir yang berbeda-beda karena tidak semua orang
memiliki kemampuan berpikir yang sama. Ardana (2007) menyatakan bahwa setiap
orang memiliki cara-cara khusus dalam bertindak, yang dinyatakan melalui
aktivitas-aktivitas perseptual dan intelektual secara konsisten. Aspek
perseptual dan intelektual mengungkapkan bahwa setiap individu memiliki ciri
khas yang berbeda dengan individu lain. Sesuai dengan tinjauan aspek tersebut,
dikemukakan bahwa perbedaan individu dapat diungkapkan oleh tipe-tipe kognitif
yang dikenal dengan istilah gaya kognitif.
Salah satu karekteristik siswa
adalah gaya kognitif. Gaya kognitif merupakan cara siswa yang khas dalam
belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengelolahan informasi,
sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan
belajar. Faktor lain yang perlu diketahui guru dalam usaha
untuk meningkatkan hasil
belajar
siswa adalah dengan cara mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Salah satunya
dengan mengetahui karakteristik siswa. Setiap individu memiliki karakteristik
yang khas yang tidak dimiliki oleh individu lain. Selain berbeda dalam tingkat
kecakapan memecahkan masalah, taraf kecerdasan, ataupun kemampuan berpikir,
siswa juga dapat berbeda dalam cara memperoleh, menyimpan dan mengolah informasi.
Setiap peserta didik juga dapat berbeda dalam cara pendekatan situasi
belajar, dalam cara menerima, mengorganisasikan dan menghubungkan
pengalaman-pengalamannya merespon informasi yang diterimanya.
Perbedaan-perbedaan
antar pribadi yang menetap dalam cara menyusun dan mengolah informasi
serta pengalaman-pengalaman ini disebut dengan gaya kognitif (Slameto, 2010:160).
Salah satu gaya kognitif yang telah dipelajari secara meluas adalah apa yang disebut
dengan field independent dan field dependent. Penelitian yang
dilakukan oleh Abdurahman (2008) memberikan kesimpulan bahwa berdasarkan
analisis inferensial menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara hasil
belajar matematika siswa yang bergaya kognitif field independent dan
field dependent.
Witkin
dalam Uno (2010:185) mengemukakan bahwa gaya kognitif merupakan kekhasan siswa
dalam belajar. Shirley dan Rita dalam Uno (2010:185) memiliki definisi tersendiri
tentang gaya kognitif. Mereka menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan
karakteristik individu dalam berfikir, merasakan, mengingat, memecahkan
masalah, dan membuat keputusan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan
diatas, dapat dikatakan bahwa gaya kognitif merupakan kekhasan yang sifatnya
cenderung tetap pada tiap individu ketika menerima sekaligus mengolah
informasi. Dengan kata lain, tiap individu akan memilih cara yang disukai dalam
memproses dan mengorganisasikan informasi sebagai respon terhadap stimuli
lingkungannya. Woolfock dalam Uno (2010:187) mengutarakan bahwa banyak variasi
gaya kognitif yang diminati oleh pendidik sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Blackman, Goldstein dan juga Kominsky. Salah satunya dari aspek psikologis
yang terdiri dari field independent (FI) dan field dependent (FD).
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Witkin dalam (Yahaya, dkk, 2005),
individu dengan gaya kognitif field dependent (FD) cenderung melihat
suatu element dari gambaran keseluruhan. Individu field dependent (FD)
suka memfokuskan pada satu aspek dalam suatu situasi, menggambarkan secara
global, bekerja secara berkelompok serta mempunyai memori yang baik dalam
bidang sosial.
Selain gaya belajar kemampuan
komunikasi matematika siswa juga dipengaruhi kemampuan matematika siawa .
Sedangkan kemampuan matematika siswa merupakan hasil belajar matematika siswa
selama mengikuti proses pembelajaran. Menurut Gagne
bahwa: Hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa
hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa, yang
diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan
keterampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan tersebut diartikan
sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang lebih baik dari
sebelumnya. Perubahan
hasil belajar matematika jika mengalami perubahan kemampuan komunikasi
matematika berupa perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan
mengkomunikasikan matematika agar dipahami orang lain. Jadi hasil belajar
matematika adalah merupakan tolak ukur atau patokan yang menentukan
kemampuan komunikasi matematika dalam mengetahui dan memahami suatu materi
pelajaran matematika setelah mengalami pengalaman belajar yang
dapat diukur melalui tes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar