Minggu, 11 Januari 2015

Kemampuan Komunikasi Matematika

Proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan kurang memberikan akses bagi peserta didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya (Trianto, 2009:3). Dalam mengajarkan matematika, pembelajaran di kelas hampir selalu dilaksanakan secara konvensional dengan urutan sajian: (1) diajarkan teori/definisi/teorema melalui pemberitahuan, (2) diberikan dan dibahas contoh-contoh, kemudian (3) diberikan latihan soal. Akibatnya, sampai saat ini kualitas pembelajaran matematika di Indonesia masih rendah. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala diatas merupakan kemampuan komunikasi siswa yang masih rendah. Kemampuan komunikasi matematika yang rendah ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena dengan komunikasi matematika, siswa dapat mengemukakan ide cerita dengan cara mengkomunikasikan pengetahuan matematika yang dimiliki baik secara lisan maupun tulisan.
Perhatian guru lebih terpusat kepada hasil belajar, sehingga kurang memperhatikan proses belajar peserta didik. Untuk mengejar target kurikulum, guru tidak memberikan waktu yang cukup kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Akibatnya guru yang aktif dalam pembelajaran, sedangkan peserta didik menjadi pendengar dan penerima informasi (pengetahuan) dari guru secara pasif. Guru dalam pembelajaran juga sering melupakan kemampuan-kemampuan matematika yang seharusnya dimiliki peserta didik. Komunikasi matematika adalah suatu peristiwa saling hubungan atau dialog yang terjadi di dalam lingkungan kelas sehingga terjadi pengalihan pesan, pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan peserta didik, sedangkan cara pengalihan pesan dapat secara lisan maupun tertulis (Asikin, 2001:1).
Baroody dalam Asikin (2001) juga menyebutkan bahwa pada pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan tradisional, komunikasi masih merupakan largely a one way affair. Komunikasi peserta didik masih sangat terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru, kemampuan serta aktivitas dalam mengomunikasikan ide-ide matematikanya masih kurang. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar guru matematika jarang memberikan soal-soal matematika kepada siswanya dalam bentuk non-rutin. Guru hanya terpaku pada soal-soal rutin yang hanya melatih siswa secara mekanistik dan sifatnya teks book. Salah satu kegagalan guru matematika saat ini karena tidak mampu membuat siswa berpikir kritis dan kreatif serta mandiri dalam belajar. Sebagian besar siswa merasa sangat sulit untuk bias secara cepat menyerap dan memahami pelajaran matematika, kesulitan siswa itu diperkirakan berkaitan dengan cara guru mengajukan pertanyaan atau memberikan latihan soal di kelas yang kurang bervariasi.
Perkembangan kognitif pada dasarnya adalah perkembangan individu untuk memperoleh tahu. Struktur berpikir, keterampilan berpikir, bagaimana individu memperoleh informasi merupakan potensi perkembangan kognitif Cara siswa berpikir dapat kita pahami dari cara siswa menyampaikan pesan, baik berupa ide, pendapat, pertanyaan, maupun pernyataan. Kemampuan siswa merangkai kalimat, memahami pesan dan mempergunakan berbagai media untuk menyampaikan pesan merupakan aktulisasi dari perkembangan bahasa.
Perkembangan kognitif berhubungan dengan perkembangan bahasa. Perkembangan kogntif memfasilitasi kematangan perkembangan bahasa, dan sebaliknya perkembangan bahasa memfasilitasi perkembangan kognisi.  Struktur berpikir memfasilitasi berkembangnya struktur kalimat yang dipergunakan oleh siswa. Sebaliknya penguasaan bahasa membuat siswa mampu memahami pesan sehingga memperoleh pengetahuan baru yang pada akhirnya memfasilitasi pengembangan struktur atau pola berpikir baru.
Kemampuan siswa memproses informasi menjadi suatu keputusan merupakan kemampuan yang dihasilkan dari kematangan perkembangan kognisi. Kemampuan siswa mengolah pesan untuk mempengaruhi orang lain merupakan salah satu bentuk kemampuan yang dihasilkan dari kematangan perkembangan bahasa. Kemampuan memahami paparan secara kognitif maupun bahasa merupakan salah satu prasyarat seseorang dapat mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Salah satu keterampilan akademik yang diperlukan dalam belajar adalah keterampilan berpikir. Keterampilan akademik yang lain adalah mengajukan pertanyaan atau merespon pertanyaan guru. Dengan kata lain dalam proses belaar mengajar perkembangan kogntif dan perkembangan bahasa merupakan prasyarat yang harus dipenuhi sehingga anak siap dan mampu belajar.
Slameto (2010) menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan variabel penting yang mempengaruhi pilihan-pilihan siswa dalam bidang akademik, kelanjutan perkembangan akademik, cara siswa belajar serta cara siswa dan guru berinteraksi dalam kelas. Selain itu, kemampuan memecahkan masalah matematika dengan berbagai macam cara yang berbeda juga dipengaruhi oleh gaya kognitif seperti yang dikemukakan Shirley dan Rita (dalam Uno, 2006) bahwa gaya kognitif merupakan karakteristik individu dalam berpikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah, dan membuat keputusan
Dalam memecahkan masalah matematika, setiap orang memiliki cara dan gaya berpikir yang berbeda-beda karena tidak semua orang memiliki kemampuan berpikir yang sama. Ardana (2007) menyatakan bahwa setiap orang memiliki cara-cara khusus dalam bertindak, yang dinyatakan melalui aktivitas-aktivitas perseptual dan intelektual secara konsisten. Aspek perseptual dan intelektual mengungkapkan bahwa setiap individu memiliki ciri khas yang berbeda dengan individu lain. Sesuai dengan tinjauan aspek tersebut, dikemukakan bahwa perbedaan individu dapat diungkapkan oleh tipe-tipe kognitif yang dikenal dengan istilah gaya kognitif.
Salah satu karekteristik siswa adalah gaya kognitif. Gaya kognitif merupakan cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengelolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar. Faktor lain yang perlu diketahui guru dalam usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan cara mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Salah satunya dengan mengetahui karakteristik siswa. Setiap individu memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh individu lain. Selain berbeda dalam tingkat kecakapan memecahkan masalah, taraf kecerdasan, ataupun kemampuan berpikir, siswa juga dapat berbeda dalam cara memperoleh, menyimpan dan mengolah informasi. Setiap peserta didik juga dapat berbeda dalam cara pendekatan situasi belajar, dalam cara menerima, mengorganisasikan dan menghubungkan pengalaman-pengalamannya merespon informasi yang diterimanya.
Perbedaan-perbedaan antar pribadi yang menetap dalam cara menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman ini disebut dengan gaya kognitif (Slameto, 2010:160). Salah satu gaya kognitif yang telah dipelajari secara meluas adalah apa yang disebut dengan field independent dan field dependent. Penelitian yang dilakukan oleh Abdurahman (2008) memberikan kesimpulan bahwa berdasarkan analisis inferensial menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara hasil belajar matematika siswa yang bergaya kognitif field independent dan field dependent.
Witkin dalam Uno (2010:185) mengemukakan bahwa gaya kognitif merupakan kekhasan siswa dalam belajar. Shirley dan Rita dalam Uno (2010:185) memiliki definisi tersendiri tentang gaya kognitif. Mereka menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan karakteristik individu dalam berfikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa gaya kognitif merupakan kekhasan yang sifatnya cenderung tetap pada tiap individu ketika menerima sekaligus mengolah informasi. Dengan kata lain, tiap individu akan memilih cara yang disukai dalam memproses dan mengorganisasikan informasi sebagai respon terhadap stimuli lingkungannya. Woolfock dalam Uno (2010:187) mengutarakan bahwa banyak variasi gaya kognitif yang diminati oleh pendidik sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Blackman, Goldstein dan juga Kominsky. Salah satunya dari aspek psikologis yang terdiri dari field independent (FI) dan field dependent (FD). Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Witkin dalam (Yahaya, dkk, 2005), individu dengan gaya kognitif field dependent (FD) cenderung melihat suatu element dari gambaran keseluruhan. Individu field dependent (FD) suka memfokuskan pada satu aspek dalam suatu situasi, menggambarkan secara global, bekerja secara berkelompok serta mempunyai memori yang baik dalam bidang sosial.

Selain gaya belajar kemampuan komunikasi matematika siswa juga dipengaruhi kemampuan matematika siawa . Sedangkan kemampuan matematika siswa merupakan hasil belajar matematika siswa selama mengikuti proses pembelajaran.  Menurut Gagne bahwa: Hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan hasil belajar matematika jika mengalami perubahan kemampuan komunikasi matematika berupa perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan mengkomunikasikan matematika agar dipahami orang lain. Jadi hasil belajar matematika adalah merupakan tolak ukur atau patokan yang menentukan kemampuan komunikasi matematika dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran matematika setelah mengalami pengalaman belajar yang dapat diukur melalui tes.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar